Monday, September 10, 2012

DI MANAKAH SURGAMU IBU?


Oleh: Ibnu Malik, S.Pd.I.

Di hari yang cerah, seperti biasa saya berangkat ke kantor dengan penuh harap dan asa. Cita-cita diri dan keluarga yang sedang menjadi “topik” utama pikiran saya membuat hari-hari terasa penuh dengan perjuangan. Setiap langkah yang saya laksanakan semata karena Allah. Karena tiada tujuan dan cita-cita selain untuk mengabdi pada-Nya.
Menjelang dzuhur telepon genggam saya berdering. Ketika saya angkat ternyata yang menelepon adalah ibu. Dengan nada gembira, ibu bilang bahwa saat itu sudah siap untuk berangkat dari kampung untuk berangkat menemui saya di Cirebon. Saat itu juga perasaan senang campur gelisah memenuhi pikiran saya karena sudah lama ingin bertemu.  Namun saya belum menyiapkan penyambutannya.
Menjelang sholat ashar, saya berusaha menghentikan semua aktifitas pekerjaan walapun masih ada yang belum terselesaikan. Segera saya keluar dari ruangan dan menuju tempat makan paforit saya dan istri yaitu Bebek Goreng. Pikir saya, pasti ibu akan suka makanan tersebut  karena saya dan istri sangat menyukainya. Ini juga dikarenakan harga yang cukup mahal untuk mendapatkan bebek goreng yang terkenal itu.
Dalam perjalanan pulang ke rumah saya menyempatkan diri untuk menelepon ibu yang masih dalam perjalanan. Ternyata, ibu lupa jalan menuju rumah saya. Maklum, baru dua kali berkunjung. Di sinilah kembalai saya mendapat ujian dengan munculnya perasaan kesal kepada ibu. Astaghfirullah. Entah karena kecapean atau apa, namun yang jelas perasaan saya agak kesal karena ibu belum juga ketemu. Sekali lagi saya mengalami kekalahan dalam memerangi amarah.
Selang 1 jam, akhirnya saya dapat menemukan ibu yang sedang menunggu di pinggiran jalan. Dengan wajah lelahnya ia mengatakan bahwa agar cepat menuju rumah karena sudah kangen kepada cucunya. Wajah gembira terlihat pada ibu walau menunggu lama jemputan saya. Itulah mulianya ibu, walau anak membuatnya kesal namun tidak ada amarah padanya. Satu lagi saya mendapat pembelajaran dari hidup tentang besarnya cinta dan kasih sayang ibu pada anaknya.
Sesampainya di rumah, ibu mendapati istri dan anak saya sedang menunggu di halaman rumah. Dengan antusias, ibu memeluk sang cucu dan langsung memeluknya. Kembali rasa kebahagiaan terpancar dari wajah ibu yang sedang merasakan kelelahan sehabis perjalanan.
Setelah semuanya masuk ke dalam rumah, barulah saatnya menjamu dan makan bersama. Bebek goreng yang saya beli, saya sajikan khusus untuk ibu. Saya bilang bahwa bebek tersebut adalah bebek goreng terkenal di Cirebon dan Kartosuro. Rasa dan aromanya pun enak. Seperti bahasa promosi, saya terus mengajak ibu dan Bapak tukang ojek yang mengantar untuk makan bersama.
Di saat yang bersamaan, ibu mengeluarkan barang bawaannya yaitu oncom goreng kesukaan saya sejak kecil. Selain itu, ada juga ayam goreng kepala kesukaan istri yang baunya sudah tercium sejak bungkusan itu dibuka. Kami menyantap makanan tersebut dengan lahapnya namun di luar perkiraan, ibu hanya mencicipi bebek goreng yang saya sajikan sambil berkata bahwa ibu belum pernah makan bebek. Mulailah perasaan saya heran karena selama ini menyukai makanan tersebut.
Tanpa putus asa saya masih mengajak ibu makan dengan lauk yang lain walau seadanya. Namun ibu terlihat belum ada nafsu makan. Tanpa sepengetahuan saya, ibu pergi ke dapur dan melihat sepotong telur dadar sisa makanan sang cucu. Kemudian bilang kepada istri mau makan dengan telur dadar itu. Hati saya semakin sedih, karena merasa belum bisa menyenangkan ibu. Ibu sangat mengerti kesukaan anak dan menantunya, namun saya sebagai anak ternyata belum bisa memahami ibu.  
Sesuatu yang saya piker ibu sukai ternyata belum tentu suka. Sesuatu yang mahal dan banyak digemari orang, belu tentu ibu senang. Memberikan materi terkadang memberikan kebahagiaan kepada ibu, namun tidak semua materi yang kita berikan dapat membahagiakannya. Karena kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya harta dunia yang diberikan kepada ibu.
Hari semakin gelap dan ibu harus segera pulang karena bapak di rumah sedang sakit. Kubawakan sedikit makanan yang belum tentu ibu suka. Tetapi saya masih berharap ibu akan suka walau sedikit yang dimakan. Karena pastinya adik-adik saya di rumah yang akan mendapatkan “bagian” lebih banyak. Itu semua karena cinta dan sayang ibu pada adik-adik.
Dengan wajah gembira, ibu pamit pulang. Saya dan istri hanya bisa melambaikan tangan dan berdoa semoga ibu selamat samapi tujuan. Tidak ada yang dapat saya berikan pada ibu. Tidak ada yang dapat membahagiakannya selain keharmonisan dan kesejahteraan kami di rumah. Sehatnya anak, istri, dan diri saya sudah merupakan kebahagiaan untuknya. Ibu, ridhoilah kami.
Teguran hari ini untuk saya. Tidak ada materi dan barang apa pun yang dapat menggantikan cinta ibu. Cinta dan sayang ibu adalah kekuatan besar untuk kesuksesan anaknya. Ibu memahami kita, tetapi belum tentu kita memahaminya. Sadarlah  kawan, ibu lebih tahu diri kita karena dari mulai di alam rahim ibu memperhatikan dan merawat kita sampai sekarang. Bahkan sampai berrumah tangga pun ibu akan tetap memperhatikan kita karena cintanya.  
Ketahuilah, kita baru sedikit memahami ibu dan sangat kecil bakti kita. Ketika ingin memberikan sesuatu kepadanya barulah mencari tahu apakah kesukaan ibu. Itu pun setelah kita dewasa dan mulai ingin memberi.
Ketidakpahaman saya kepada makanan kesukaan ibu menyadarkan saya bahwa sebagai anak belum mampu berbakti. Segunung emas tidak dapat membalas jasa dan pengorbanan ibu dalam merawat anaknya. Apa lagi hanya sekadar mencari makanan kesukaannya, itu pun masih belum tepat. Yaa Allah, ampunilah saya. Ibu ridhokan anakmu yang belum bisa mengertimu.   
   

No comments:

Post a Comment